Di riwayatka oleh
Al-Yafi’i bahwa Syaikh Abdul Wahid bin Zaid menuturkan suatu cerita
menarik,”pada suatu hari ketika kami bersiap-siap untuk berangkat berperang,
aku memerintahkan teman-temanku untuk membacakan sebuah ayat Al-Qur’an. Dan di
antara teman-temanku ada seorang laki-laki yang membacakan ayat Al-Qur’an, “sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin,
diri dan harta mereka dengan memberikan surga utuk mereka...”(QS.AT-TAUBAH(9):111)
Mendengar ayat
Al-Qur’an itu di bacakan, berdirilah seorang anak muda usianya sekitar lima
belas tahun. Dia menceritakan bahwa ayahnya telah meninggal dunia dan dia
mewarisi harta benda yang banyak.
“ Hai Syaikh Abdul
Wahid bin Zaid, sesunguhnya Allah SWT membeli dari orang-orang mukmin jiwa
mereka dan harta mereka dengan surga untuk mereka.” Anak muda berkata kepada
Syaikh Abdul Wahid.
“ Ya, benar wahai
anak muda.”
“ Sekarang
persaksikan engkau Syaikh, bahwa diriku dan hartaku aku jual dengan surga
untukku.”
“ Sesungguhnya
tajamnya pedang itu lebih berat engkau tanggung, daripada melepas harta benda.
Dan engkau anak kecil/ aku khawatir engkau tidak tabah dan lemah menghadapi
pedang dalam peperangan melawan musuh.”
“ Wahai Syaikh
Abdul Wahid, aku emohon kepada Allah untuk membelinya dengan surga dan aku
membpersaksikan kepada Allah, bahwa aku telah menjual diriku dan semua hartaku
kepada-Nya.”
“ Aku merasa
berkurang pikiranku. Dia anak kecil punya pikiran begitu kuat sedangkan aku
tidak.” Kata Syaih Abdul Wahid.
Anak muda itu lalu
mengeluarkan semua harta benda yang di milikinya, kecuali seekor kuda dan
sebuah pedang serta bekal secukpnya.
Ketika sampai
waktunya untuk berperang, anak muda itulah yan pertama kali muncul. Dai
mengucapkan salam kepada Syaikh Abdul Wahid.
Dan berangkatlah
kami kemedan pertempuran melawan musuh. Melawan orang-orang kafir.
Dalam perjalanan,
anak muda itu berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari. Dia
berkhidmad kepada pasukan muslimin, mengurus unta-unta dan kuda-kuda serta
menjaga pasukan muslimin ketika istirahat dan tertidur.
Sesampainya di
negri Bizantium, anak muda itu sudah menghadapi medan pertempuran dengan
memanggil-manggil,” aku benar-benar
ingin segera bertemu dengan mu Ainul Mardhiyah.”
“ Sepertinya anak
muda ini kacau pikiranya.” Bisik teman-teman yang ikut dalam pertempuran dan
menyaksikan tingkah anak muda itu.
“ Siapakah yang di
maksud dengan Ainul Mardiyah itu, hai anak muda?”
Anak muda itu
menjawab,” sesunguhnya aku tertidur di
sekejap waktu. Aku bermimpi seakan ada seorang laki-laki datang kepadaku. Dia
menyuruhku untuk mendatangi Ainul Mardiyah. Laki-laki itu mengajaku kesuatu
taman yang ada sungainya mengalir, airnya jernih di tepi sungai itu duduk
perempuan-perempuan cantik yang berhias dengan kalung. Aku tidak mampu
melukiskan keindahanya. Ketika mereka melihat aku, bersuka citalah mereka dan
berkata,” ini adalah suami Ainul Mardiayah.”
Aku mengucap salam
dan bertanya,” Adakah Ainun Mardiyah di antara kalian?” tanya ku.
“kali adalah para
pelayanya. Telusurilah engkau berjalan.”
Aku terus berjalan
dan tiba-tiba ada sebuah sungai yang mengalir air susu yang rasanya begitu
nikmat sungai itu berada di sebuah taman yang berisi berbagai perhiasan dan
perempuan-perempuan cantik. Ketika aku melihanya , hatiku teasa terpikat
olehnya karena keindahan dan keelokanya. Ketika mereka melihatku bersuka
citalah mereka, “ demi Allah ini adalah suami Ainul Mardiyah.”
“ Adakah Ainul
Mardiyah di antara kalian?”
“ Hai kekasih
Allah, kami adalah para pelayannya. Terus engkau berjalan.”
Aku terus berjalan
dan di situ aki dapati ada sebuah sungai yang mengalir air arak. Di tepian
sungai itu duduk perempuan-perempuan yang lebih canti dari sebelumnya.
“ Adakah Ainul
Mardiyah diaantara kalian?”
“ Kam adalah para
pelayan. Teruslah engkau berjalan.”
Aku terus berjalan.
Dan di situ aku dapati sebuah sungai yang mengalir madu yang jernih dan
perempuan-yang bercahaya gemerlapan dan lebih elok dan lebih cantik dari
sebelumnya.
“ Adakah Ainul
Mardiyah diantara kalian?”
“ Hai, kekasih
Allah, kami adalah para pelayannya. Teruslah engkau berjalan.”
Aku terus berjalan
hingga sampai di sebuah kemah dari intan yang sangat putih. Di pintu kemah itu
ada seorang perempuan yang berhias dan berkalung. Betapa indahnya. Aku tak
mampu melukiskan keelokan dan keindahanya.
Ketika perempuan-perempuan
itu melihatku, berska citalah mereka. Mereka segera memangil-mangil ke arah
dalam kemahnya itu,” Hai, Ainul Mardiyah, suami mu telah datang.”
Aku mendekat dan
memasuki kemah itu. Tiba-tiba aku melihat dai sedang duduk di atas ranjang dari
emas yang dihiasi mutiara dan yakut. Ketika aku melihatnya hatiku terpikat.
“ Selamat datang
wahai kekasih Allah yang Maha Rahman, engkau hampir sampai kepadaku.”
Tanganku berusaha
meraihnya tetapi dia menolaku.
“ Bersabarlah.
Karena engkau belum di izinkan, jiwamu masih di tubuhmu. Enkau boleh bersamaku
nanti malam.”
“
dan segera terbangunlah aku. Wahai
Syaikh Abdul Wahid aku sudah tidak sabar lagi wahai Syaikh,”
Kata anak muda itu.
Syaik
Abdul Wahid berkata,” Percakapan kami belum selesai. Tiba-tiba datanglah
sekelompok pasukan musuh menyerbu kami. Aku menghitung ada sepuluh orang. Maka
bangkitlah anak muda itu dan menyerbu mereka. Setelah selesai, aku melewati
tempat pertempuran itu. Aku melihat anak muda itu berlumuran darah dan sambil
tersenyum. Rupanya anak muda tersebut telah menghembuskan napasnaya anak muda
itu telah menghembuskan nafas untuk yang terakhir kali.”
Walau
pada akhirny meninggal, akan tetapi anak muda itu sesungguhnya telah menemui
pujaan hatinya di surga.
SUMBER :
PINTU SURGA TELAH TERBUKA, kisah-kisah religius dalam tradisi
klasik islam
No comments:
Post a Comment