Monday 18 February 2013

MENJEMPUT BIDADARI



Di riwayatka oleh Al-Yafi’i bahwa Syaikh Abdul Wahid bin Zaid menuturkan suatu cerita menarik,”pada suatu hari ketika kami bersiap-siap untuk berangkat berperang, aku memerintahkan teman-temanku untuk membacakan sebuah ayat Al-Qur’an. Dan di antara teman-temanku ada seorang laki-laki yang membacakan ayat Al-Qur’an, “sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga utuk mereka...”(QS.AT-TAUBAH(9):111)
Mendengar ayat Al-Qur’an itu di bacakan, berdirilah seorang anak muda usianya sekitar lima belas tahun. Dia menceritakan bahwa ayahnya telah meninggal dunia dan dia mewarisi harta benda yang banyak.
“ Hai Syaikh Abdul Wahid bin Zaid, sesunguhnya Allah SWT membeli dari orang-orang mukmin jiwa mereka dan harta mereka dengan surga untuk mereka.” Anak muda berkata kepada Syaikh Abdul Wahid.
“ Ya, benar wahai anak muda.”
“ Sekarang persaksikan engkau Syaikh, bahwa diriku dan hartaku aku jual dengan surga untukku.”
“ Sesungguhnya tajamnya pedang itu lebih berat engkau tanggung, daripada melepas harta benda. Dan engkau anak kecil/ aku khawatir engkau tidak tabah dan lemah menghadapi pedang dalam peperangan melawan musuh.”
“ Wahai Syaikh Abdul Wahid, aku emohon kepada Allah untuk membelinya dengan surga dan aku membpersaksikan kepada Allah, bahwa aku telah menjual diriku dan semua hartaku kepada-Nya.”
“ Aku merasa berkurang pikiranku. Dia anak kecil punya pikiran begitu kuat sedangkan aku tidak.” Kata Syaih Abdul Wahid.
Anak muda itu lalu mengeluarkan semua harta benda yang di milikinya, kecuali seekor kuda dan sebuah pedang serta bekal secukpnya.
Ketika sampai waktunya untuk berperang, anak muda itulah yan pertama kali muncul. Dai mengucapkan salam kepada Syaikh Abdul Wahid.
Dan berangkatlah kami kemedan pertempuran melawan musuh. Melawan orang-orang kafir.
Dalam perjalanan, anak muda itu berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari. Dia berkhidmad kepada pasukan muslimin, mengurus unta-unta dan kuda-kuda serta menjaga pasukan muslimin ketika istirahat dan tertidur.
Sesampainya di negri Bizantium, anak muda itu sudah menghadapi medan pertempuran dengan memanggil-manggil,” aku  benar-benar ingin segera bertemu dengan mu Ainul Mardhiyah.”
“ Sepertinya anak muda ini kacau pikiranya.” Bisik teman-teman yang ikut dalam pertempuran dan menyaksikan tingkah anak muda itu.
“ Siapakah yang di maksud dengan Ainul Mardiyah itu, hai anak muda?”
Anak muda itu menjawab,” sesunguhnya aku tertidur  di sekejap waktu. Aku bermimpi seakan ada seorang laki-laki datang kepadaku. Dia menyuruhku untuk mendatangi Ainul Mardiyah. Laki-laki itu mengajaku kesuatu taman yang ada sungainya mengalir, airnya jernih di tepi sungai itu duduk perempuan-perempuan cantik yang berhias dengan kalung. Aku tidak mampu melukiskan keindahanya. Ketika mereka melihat aku, bersuka citalah mereka dan berkata,” ini adalah suami Ainul Mardiayah.”
Aku mengucap salam dan bertanya,” Adakah Ainun Mardiyah di antara kalian?” tanya ku.
“kali adalah para pelayanya. Telusurilah engkau berjalan.”
Aku terus berjalan dan tiba-tiba ada sebuah sungai yang mengalir air susu yang rasanya begitu nikmat sungai itu berada di sebuah taman yang berisi berbagai perhiasan dan perempuan-perempuan cantik. Ketika aku melihanya , hatiku teasa terpikat olehnya karena keindahan dan keelokanya. Ketika mereka melihatku bersuka citalah mereka, “ demi Allah ini adalah suami Ainul Mardiyah.”
“ Adakah Ainul Mardiyah di antara kalian?”
“ Hai kekasih Allah, kami adalah para pelayannya. Terus engkau berjalan.”
Aku terus berjalan dan di situ aki dapati ada sebuah sungai yang mengalir air arak. Di tepian sungai itu duduk perempuan-perempuan yang lebih canti dari sebelumnya.
“ Adakah Ainul Mardiyah diaantara kalian?”
“ Kam adalah para pelayan. Teruslah engkau berjalan.”
Aku terus berjalan. Dan di situ aku dapati sebuah sungai yang mengalir madu yang jernih dan perempuan-yang bercahaya gemerlapan dan lebih elok dan lebih cantik dari sebelumnya.
“ Adakah Ainul Mardiyah diantara kalian?”
“ Hai, kekasih Allah, kami adalah para pelayannya. Teruslah engkau berjalan.”
Aku terus berjalan hingga sampai di sebuah kemah dari intan yang sangat putih. Di pintu kemah itu ada seorang perempuan yang berhias dan berkalung. Betapa indahnya. Aku tak mampu melukiskan keelokan dan keindahanya.
Ketika perempuan-perempuan itu melihatku, berska citalah mereka. Mereka segera memangil-mangil ke arah dalam kemahnya itu,” Hai, Ainul Mardiyah, suami mu telah datang.”
Aku mendekat dan memasuki kemah itu. Tiba-tiba aku melihat dai sedang duduk di atas ranjang dari emas yang dihiasi mutiara dan yakut. Ketika aku melihatnya hatiku terpikat.
“ Selamat datang wahai kekasih Allah yang Maha Rahman, engkau hampir sampai kepadaku.”
Tanganku berusaha meraihnya tetapi dia menolaku.
“ Bersabarlah. Karena engkau belum di izinkan, jiwamu masih di tubuhmu. Enkau boleh bersamaku nanti malam.”
“ dan segera  terbangunlah aku. Wahai Syaikh Abdul Wahid aku sudah tidak sabar lagi wahai Syaikh,”
 Kata anak muda itu.
Syaik Abdul Wahid berkata,” Percakapan kami belum selesai. Tiba-tiba datanglah sekelompok pasukan musuh menyerbu kami. Aku menghitung ada sepuluh orang. Maka bangkitlah anak muda itu dan menyerbu mereka. Setelah selesai, aku melewati tempat pertempuran itu. Aku melihat anak muda itu berlumuran darah dan sambil tersenyum. Rupanya anak muda tersebut telah menghembuskan napasnaya anak muda itu telah menghembuskan nafas untuk yang terakhir kali.”
Walau pada akhirny meninggal, akan tetapi anak muda itu sesungguhnya telah menemui pujaan hatinya di surga.
SUMBER :       
PINTU SURGA TELAH TERBUKA, kisah-kisah religius dalam tradisi klasik islam
Penulis DRS. SAMSUL MUNIR AMIN, M.A.

No comments:

Post a Comment